post image
Ilham Bintang (tengah) dan Karni Ilyas (kiri)/Ist
KOMENTAR

“Sudah. Baiknya besok saja kita  bahas,“ kata Karni Ilyas waktu itu. Nada suara host ILC tvOne sebenarnya menyiratkan kecemasan, namun sebagai orangtua dia tetap berusaha bersikap tenang dan bijak. Maksudnya mencegah kepanikan rombongan.

Terus terang sayalah yang paling cemas. Hari Minggu (27/10) siang di Jakarta ada syukuran khitanan Raihan, cucu keempat saya.

Makanya, saya putuskan malam itu kembali ke kamar untuk istirahat. Membatalkan ikut agenda kawan untuk mengeksplore Tokyo di waktu malam.

“Topan Hagibis tidak ada Daeng, sudah lewat. Tidak ada lagi. Penutupan beberapa akses jalan termasuk ke Narita malam ini terjadi karena beberapa ruas jalan terkena banjir,“ jelas Ari Kurniawan, warga kita yang sudah 14 tahun tinggal di Jepang. Ari asal Tamalanrea, Makassar ini bekerja di perusahaan Jepang, TDK Corporation. Penjelasan Arif yang saya kontak malam itu juga melegakan. Saya pun bisa cepat berangkat tidur.

Dua Penerbangan

Rombongan Trip EBA diikuti 22 pemimpin redaksi media nasional. Mereka tiba di Tokyo Rabu (23/10) lalu. Mereka, antara lain, Karni Ilyas, Suryopratomo, Primus Dorimulu. Rosiana Silalahi, Timbo Siahaan, Nezar Patria, Toriq Hadad, Arief Zulkifli, Herry Trianto, Uni Lubis, Muhammad Ihsan, Budiman Tanuredjo, Medyatama, Sapto, Gaundensus Suhardi, Metta Dharmasaputra, Djaka Susila, Ardian Taufik, Dari Astra : Pongky Pamungkas, Riza Deliansyah, Boy Kelana, dan Wisnoe. Pergi pulang menumpang dua maskapai: Japang Air Lines (JAL) dan ANA (All Nippon Airways).

Pada hari kepulangan ke Jakarta, Sabtu (26/10) sore, JAL dan ANA terbang ke Jakarta  hanya terpaut 15 menit. JAL beruntung tidak ada penundaan. Terbang tepat waktu. Sedangkan ANA delay 5 jam 30 menit.

Menurut catatan ANA ini sudah bermasalah sejak awal. Pesawat yang semula akan ditumpangi Karni Ilyas dari Jakarta Rabu (23/10) sore mendadak dibatalkan karena pilotnya sakit. Karni pun mengganti pesawat dengan Garuda yang terbang malam dan tiba Kamis (24/10) di Tokyo.

Yang paling disesalkan hari itu pihak ANA tidak memberitahu delay penerbangannya kepada pihak Golden Rama yang menghandel trip. Rombongan baru tahu ada delay saat check ini di counter ANA.

Joseph dari Golden Rama menunjukkan sikap perduli yang tinggi. Dia memberi pilihan-pilihan kepada rombongan. Ganti pesawat atau pindah bandara dari Narita ke Haneda. Dari penjelasannya bisa diketahui supporting  bandara Narita tidak 24 jam seperti Haneda. Artinya, jika penerbangan terakhir take off berakhir pula supportingnya. Seperti lounge dan penunjang lainnya. Itulah yang menjelaskan mengapa penumpang ANA dari San Fransisco yang transit di Narita, merana. Tidur dengan sleeping bag dan baru makan malam jam 3 subuh.

Joseph bahkan menawarkan rombongan untuk istirahat di hotel. Tapi rombongan memutuskan tetap menggunakan ANA dan bandara Narita sesuai tiket. Risikonya tentu saja  sewaktu-waktu delay bisa terjadi lagi dan ancaman sengsara seperti Ai bisa terulang.

Alhamdulillah yang terjadi delay “cuma” lima jam. Pesawat landing pukul empat subuh. Dan, saya pun bisa bersilatuhrahmi dengan tamu undangan syukuran cucu saya, Raihan.


Lanud Husein Sastranegara Sedang Siapkan Museum Nurtanio

Sebelumnya

Bandara Changi di Singapura Bukan Lagi yang Terbaik di Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Airport