post image
KOMENTAR

Dalam alinea ke 6 bahkan disebut dengan lebih jelas: Dengan tegas dinyatakan disini , bahwa hanya soal-soal penerbangan sipil dan militer yang mempunyai hubungan amat erat satu sama lain yang harus dikoordinasikan.  Maksudnya ialah untuk menghindarkan pengertian, bahwa instansi penerbangan satunya dapat turut mencampuri soal-soal penerbangan yang khusus termasuk dalam kompetensi instansi penerbangan yang lain atau sebaliknya.

Artnya adalah bahwa Indonesia sejak tahun 1955 sudah mampu mengantisipasi bahwa pada satu ketika kita akan berhadapan dengan banyak masalah rumit dalam pengelolaan wilayah udara nasional, terutama dalam penggunaan untuk kepentingan penerbangan sipil dan sekaligus juga kepentingan penerbangan militer.   Artinya lagi adalah bahwa sudah sejak tahun 1955 peristiwa sejenis Sengketa Lanud Halim sudah diramalkan akan terjadi.

Problem Solving

Uraian ini, sama sekali tidak bermaksud atau beranggapan bahwa penerbangan militer adalah lebih penting atau berpendapat bahwa penerbangan sipil komersial tidak boleh menggunakan fasilitas penerbangan militer.  Sama sekali tidak demikian adanya.  Untuk keperluan nasional sepatutnya seluruh potensi yang dimilliki bagi pengembangan penerbangan dapat dipergunakan bersama bagi kesejahteraan rakyat sekaligus untuk keamanan nasional.  

Permasalahannya adalah dunia penerbangan yang sangat teknologis sifatnya memang memerlukan perencanaan yang matang berjangka Panjang serta SDM yang memiliki kompetensi memadai. Manajemen Penerbangan nasional tidak dapat di kelola hanya dengan berorientasi kepada masalah masalah berjangka pendek dengan fokus hanya untuk  meraih keuntungan finansial semata.

Sebuah Pangkalan Angkatan Udara seperti Lanud Halim dapat saja digunakan untuk turut serta bersama dalam mengembangkan penerbangan sipil komersial, namun hendaknya dilakukan dengan perencanaan dan persiapan yang matang.  Sekarang ini adalah momentum yang sangat tepat untuk melakukannya.

Air Traffic yang masih lesu darah akibat pandemic, kiranya tidak atau belum terlalu memaksa untuk Halim digunakan bagi keperluan penerbangan sipil komersial.  Halim dapat di kembangkan agar lebih nyaman dan aman dengan membangun Taxiway dan tambahan Kawasan parkir pesawat terbang serta Terminal Building. Dengan demikian maka penggunaan Lanud Halim sebagai Aerodrome bersama sipil dan militer tidak merugikan kedua belah pihak.

Lahan di Halim masih sangat memadai untuk pengembangan Aerodrome bersama sipil dan militer.  Di Halim terdapat 3 lapangan Golf yang sangat luas, dan ini terlihat amat sangat berlebihan sementara disisi lainnya pangkalan udara Halim hanya memiliki 1 Runway tanpa Taxiway dan area parkir pesawat terbang serta terminal building yang sangat sempit dan semrawut . Intinya adalah untuk menggunakan Pangkalan Angkatan Udara bagi kepentingan pelayanan penerbangan sipil komersial dibutuhkan perencanaan jangka panjang dan persiapan serta koordinasi yang matang.

Kerjasama yang saling menghormati satu dengan lainnya untuk tidak membuahkan hasil “Sengketa Lanud Halim” sebagai refleksi dari ujud sebuah perebutan lahan yang terlihat dipermukaan sebagai hanya bertujuan untuk memanfaatkan peluang memperoleh keuntungan finansial jangka pendek semata. Meraih keuntungan dengan tanpa banyak memerlukan modal dan investasi.

Halim dapat dikembangkan dengan lebih baik apabila tersusun rencana strategis yang matang serta koordinasi yang seimbang antara semua pemangku kepentingan baik sipil maupun militer.  Perencanaan dan koordinasi untuk mecegah kegaduhan atau Sengketa Lanud Halim terjadi.  Disinilah dibutuhkan keputusan yang tegas berlandas pada rujukan dan referensi yang valid dari seluruh pihak yang kompeten dan professional.

Di sinilah pula dibutuhkan sebuah wadah koordinasi penerbangan sipil militer beranggotakan tim teknis professional dibawah koordinasi Menhub dan Menhan, agar semua masalah penerbangan nasional dapat diputuskan pada tataran yang berlandas pada kejujuran , seimbang dan adil bagi kepentingan negara dan bangsa.

Penulis adalah Ketum Pusat Studi Air Power Indonesia, pilot AU dan pilot Maskapai Penerbangan Sipil pemegang ATPL Airlines Transport Pilot License. Berpengalaman terbang di Lanud Halim dan Kemayoran sejak tahun 1973 sampai dengan tahun 1992. Menulis ratusan artikel dan puluhan buku kedirgantaraan. Ketua Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi tahun 2007.


Telah Diresmikan, Bandara Gwadar Baru Belum Dapat Dioperasikan

Sebelumnya

Lanud Husein Sastranegara Sedang Siapkan Museum Nurtanio

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Airport