Bambang Prihadi, Ketua Harian Dewan Kesenian Jakarta (DKJ)
KOTA Jakarta selalu menjadi magnet yang kuat meski terjadi peralihan status Ibu Kota negara menuju pusat aglomerasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabek) yang merupakan kota global. Sejak hari jadinya yang ke 497--tahun lalu--Jakarta didorong sebagai Kota Global dengan berjuta pesona. Ini termaktub dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang diberikan kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahannya sebagai pusat perekonomian nasional dan juga kota global.
Menyandang misi tersebut, Jakarta tidak saja dituntut untuk memperbaiki aspek fisik seperti infrstruktur yang kasat mata, sebagai kota global maka Jakarta juga dituntut mampu senantiasa merawat keindahan budayanya.
Dengar punya dengar, pasangan Gubernur-Wakil Gubernur terpilih punya target tak main-main. Mendongkrak posisi Jakarta pada peringkat 50 dari 156 kota di seluruh dunia dalam Global Cities Index.
Saat ini Jakarta berada di peringkat ke-74, di belakang beberapa ibu kota ASEAN lainnya seperti Manila (peringkat ke-70) dan Kuala Lumpur (peringkat ke-72). Ini artinya ada kerja keras dan cerdas selama lima tahun mendatang.
Nah, akhir tahun lalu penulis mendapat kesempatan ke Ibu Kota Ukraina, Kyiv yang sudah lebih dari dua tahun terakhir dicekam ancaman perang. Menariknya, meski berkunjung ke kota itu bikin jantung berdebar, Kyiv ada di rangking ke-13 dari 156 kota di seluruh dunia dalam Global Cities Index.
Keberhasilan Kyiv seharusnya menjadi kesempatan Jakarta sebagai sister city untuk menimba ilmu dan pengalaman. Ini hal yang seharusnya tidak sulit karena jalinan persahabatan antara Kiev dan Jakarta sudah terbangun sejak tahun 2007 silam.
Apalagi sudah banyak kerjasama di berbagai sektor mulai dari pendidikan, transportasi, pertamanan hingga kawasan rekreasi kota yang telah dijalin oleh Jakarta dan Kyiv melalui sistem pertukaran informasi dan teknologi.
Bahkan pada ulang tahun ke-492 Kota Jakarta tahun 2022, pemerintah Kota Kyiv memberikan kado khusus berupa replika patung Anna Yaroslavna setinggi 140 karya Konstantin Skrytutski yang ditempatkan di Taman Cattleya, Jakarta Barat.
Anne Yaroslavna adalah putri Yaroslav I dari Kyiv dan Putri Ingigerdi dari Swedia. Dikenal sebagai wanita terpelajar yang menguasai bahasa Cyrillic, Anne adalah permaisuri Prancis yang mendampingi Henry I dan Wali Raja untuk putranya, Phillip I.
Patung Anne Yaroslavna tak sekadar patung yang statis, ada dua makna. Pertama, mengingatkan Indonesia bahwa bangsa ini berhutang kepada bangsa Ukraina untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan di PBB.
Kedua, secara langsung bangsa Ukraina menempatkan Jakarta sebagai kota global karena Anne Yaroslavna adalah representasi budaya bangsa Ukraina yang pernah memberikan pengaruh luas di Eropa, jauh sebelum Rusia berkembang.
Kenapa bangsa Ukraina memilih Jakarta sebagai rumah bagi Anne Yaroslavna ? Tidak di Kuala Lumpur, Manila, Bangkok atau Singapura? Penulis lihat ini adalah pesan yang kuat bahwa Jakarta adalah Ibu Kota bagi Asia Tenggara!
Persamuan Budaya
Diplomasi budaya adalah usaha kultural dari setiap warga negara untuk meyakinkan warga negara lain akan kekuatan kultural yang dimilikinya. Membangun saling pengertian antar komunitas atas perbedaan dan keragaman sebagai suatu keniscayaan dalam kehidupan.
Sebagai pintu masuk untuk melakukan usaha bersama yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup. Kenyataannya, baik langsung atau langsung, manusia akan terhubung dan saling membutuhkan satu sama lain.
Penulis atas nama Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) untuk berpartisipasi dalam Forum Diplomasi Budaya Internasional pada 8 Oktober lalu atas undangan Forum Diplomasi Budaya Internasional (ICDF) yang diinisasi Institut Ukraina.
Kegiatan ini adalah upaya Ukraina untuk mengimbangi perseteruan politik bersenjata yang masih berlangsung melalui dialog lintas budaya. Sebuah momen penting bagi warga Ukraina untuk memaksanya membaca lebih dalam sejarah diri, kebudayaan dan negaranya.
Bagi bangsa yang baru memisahkan diri dari Uni Soviet pada 1991, momentum ini adalah upaya tegas dan keras mempertanyakan identitas kultural. Ini serupa dengan bangsa Indonesia menegaskan kulturalnya sejak memerdekakan diri di tahun 1945.
Perjalanan saya berlangsung menarik karena mengetahui secara langsung pergulatan bangsa Ukraina mempertahankan identitas kulturalnya di tengah tekanan invasi bangsa Rusia. Sejumlah tempat pun kami sambangi.
Sebut saja di antaranya, Monumen perang Ukraina-Rusia, Rumah Sakit Anak Kyiv, Monumen Jembatan Rusak Kyiv, Gedung Teater Yang hancur, Museum tumpukan mobil terbakar, Perumahan warga Borodyanka, Kuburan Massal Bucha, Taman Patung Taras Shevchenko hingga tentu saja melakukan sholat Jumat di Masjid Ar-Rahmah Kyiv Ukraina.
Saya berkesempatan bertukar pikiran sebagai pembicara aktif pada sesi ‘Menyusun Dialog Internasional melalui Acara Kebudayaan Berskala Besar.’ Syukurlah, seluruh gelaran dilangsungkan secara aman meski alarm serangan udara kerap berbunyi, sebuah pesan nyata bagaimana Kyiv mampu menunjukkan gelaran kebudayaan berskala global dapat berlangsung secara baik tanpa gangguan.
Kunjungan DKJ ke Kyiv menghasilkan upaya mempererat kerjasama kedua bangsa, sebagai balasan kunjungan tersebut, Dewan Kesenian Jakarta pada akhir tahun 2024 kemudian mengundang Kateryna Kalytko menghadiri International Literature Festival, sebuah persamuan para penulis dan penyair yang berlangsung di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Kateryna Kalytko adalah seorang penulis, penyair, dan penerjemah Ukraina kelahiran tahun 1982 di Vinnytsia, Ukraina. Dia adalah anggota PEN Ukraina dan telah menulis beberapa kumpulan puisi dan buku cerita pendek.
KOMENTAR ANDA