Demikianlah, maka kedaulatan negara, terutama dalam aspek ruang udara, merupakan prinsip fundamental yang berakar pada pengalaman sejarah dan kebutuhan strategis suatu negara. Pemikiran para ahli hukum internasional menggarisbawahi bahwa meskipun terjadi globalisasi dan liberalisasi, prinsip kedaulatan tidak dapat dikompromikan. Dari Konvensi Paris 1919 hingga Konvensi Chicago 1944, kedaulatan udara ditegaskan sebagai hak eksklusif negara atas wilayah udaranya.
Indonesia, sebagai negara kepulauan strategis, harus terus memperkuat posisi hukumnya dalam mengelola ruang udara, baik secara teknis maupun politis. Perlindungan atas ruang udara merupakan bagian tak terpisahkan dari kedaulatan dan keamanan nasional yang harus dijaga secara berkelanjutan. Perjanjian-perjanjian internasional yang menyangkut delegasi pengelolaan ruang udara harus dikaji secara hati-hati agar tidak bertentangan dengan hukum nasional, khususnya UU 1/2009 Pasal 458, dan tetap menjunjung tinggi kepentingan strategis bangsa.
Penutup
Dengan demikian, perjanjian RI-Singapura tahun 2022 mengandung makna bahwa Republik Indonesia belum sepenuhnya merdeka dalam aspek kedaulatan udara. Ketergantungan pengelolaan wilayah udara kepada negara lain menunjukkan bahwa perjuangan untuk kedaulatan yang utuh dan penuh masih harus terus dilanjutkan. Lebih dari itu, kehilangan kendali pengawasan atas wilayah yang rawan pelanggaran penerbangan tanpa izin, seperti yang tercatat dalam data Kohanudnas, menimbulkan risiko serius terhadap kedaulatan dan keamanan nasional Indonesia.
Penulis adalah Pendiri Pusat Studi Air Power Indonesia
KOMENTAR ANDA