Pekan lalu (Rabu, 3/7) ada yang tidak biasa dalam penerbangan Garuda dari Jakarta menuju Semarang. Pramugari di dalam penerbangan itu mengenakan seragam berupa kebaya ungu muda yang dipadu dengan bawahan batik cokelat terang.
Kebaya Pertiwi, begitu nama seragam yang dikenakan para pramugasi penerbangan GA238 itu adalah karya perancang kondang Anne Avantie. Dirancang khusus untuk menyambut 30 tahun kiprahnya di dunia mode Indonesia.
Foto-foto pramugari mengenakan kebaya ungu muda ini juga tersebar luas di dunia maya. Memperlihatkan keindahan disain pakaian dan keceriaan pramugari yang mengenakannya.
Komentar terhadap kebaya pramugari Garuda Indonesia ini beragam. Ada yang memuji keindahan dan keserasiaannya, ada yang memuji sebagai bentuk pengakuan terhadap budaya bangsa.
Tetapi ada juga yang mengaitkan kehadiran kebaya ungu itu dengan kinerja Garuda Indonesia yang dianggap amburadul setelah laporan keuangan 2018 yang disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) dipersoalkan oleh komisarisnya sendiri.
Di dalam laporan itu ditemukan rekayasa yang berusaha untuk menutupi borok kerugian. Faktanya, di tahun 2018 Garuda Indonesia mengalami kerugian.
Dengan demikian, bagi sementara kalangan, kebaya ungu yang indah itu bisa jadi merupakan upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari persoalan yang jauh lebih serius.
Selain soal laporan keuangan Garuda Indonesia yang dipenuhi rekayasa, ada satu persoalan lain yang melilit direksi: rangkap jabatan di perusahaan penerbangan plat hitam Sriwijaya Air.
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menduga, rangkap jabatan ini ada kaitannya dengan praktik monopoli yang membuat harga tiket melambung tinggi.
Dirut Garuda Ari Ashkara sudah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisaris Utama Sriwijaya Air.
Secara umum KPPU masih melakukan pemeriksaan terhadap individu-individu yang melakukan rangkap jabatan.
Sementara itu berikut ini adalah kronologi laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia yang direkaya itu.
1 April
Laporan keuangan Garuda Indonesia untuk tahun 2018 diserahkan ke Bursa Efek Indonesia (BEI). Di dalam laporan itu disebutkan Garuda Indonesia mencetak laba sebesar 5,01 juta dolar AS.
24 April
Laporan keuangan Garuda Indonesai disampaikan di dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST).
Dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, menolak menandatangani laporan keuangan 2018. Menurut perhitungan mereka, di tahun 2018 Garuda Indonesia seharusnya mengalami kerugian sebesar 239,94 juta dolar AS.
Keduanya mempersoalkan kerjasama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan yang ditandatangani Citilink Indonesia, sebagai anak usaha Garuda Indonesia, dengan Mahata Aero Teknologi.
25 April
Kontroversi RUPST membuat kepercayaan pada saham Garuda Indonesia merosot sebesar 4,4 persen.
26 April
Komisi VI DPR RI membahas laporan keuangan Garuda Indonesia.
30 April
Bursa Efek Indonesia (BEI) memanggil Garuda Indonesia dan auditornya.
2 Mei
Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memeriksa laporan keuangan yang mencurigakan itu.
7 Mei
Manajemen Garuda Indonesia menjelaskan kerjasama dengan Mahata.
8 Mei
Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa akuntan yang memeriksa laporan keuangan Garuda Indonesia.
21 Mei
Direksi Garuda Indonesia diperiksa Komisi VI DPR RI.
14 Juni
Kementerian Keuangan mengatakan audit laporan keuangan Garuda Indonesia tidak sesuai dengan standar.
KOMENTAR ANDA