Maskapai nasional Garuda Indonesia telah memperbaiki laporan keuangan korporasi tahun 2018 yang mengandung unsur rekaya pencatatan piutang sebagai pendapatan. Dalam restatement yang disampaikan hari Jumat (26/7), Garuda Indonesia mencatatkan kerugian sebesar 175 juta dolar AS atau setara Rp 2,45 triliun. Nilai ini diperoleh dengan menggunakan kurs Rp 14.004 per dolar AS.
Dengan demikian ada selisih sebesar 180 juta dolar AS dari pencatatan dalam laporan keuangan yang ditolak itu, yang menyatakan Garuda untung sebesar 5 juta dolar AS atau setara Rp 70 miliar.
Skandal rekayasa keuangan ini menambah panjang daftar pukulan yang diterima Garuda Indonesia dalam setidaknya, setahun belakangan ini. Ini adalah tantangan yang tidak mudah bagi direksi yang dipimpin Ari Ashkara. Masih ada tantangan lain yang harus mereka hadapi, termasuk soal dugaan kartel yang mempengaruhi harga tiket pesawat yang kini diperiksa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Dugaan kartel ini terkait dengan rangkap jabatan Direktur Utama Garuda Ari Ashkara sebagai Komisaris Sriwijaya Air menyusul perjanjian Kerjasama Operasi kedua maskapai yang menempatkan Sriwijaya sebagai anak perusahaan Garuda, tanggal 9 November 2018.
Juga ada kasus lain yang cukup mengganggu, seperti kasus poster ucapan terima kasih kepada Jokowi dalam upacara pelepasan jamaah haji di Embarkasi Solo (Minggu, 7/7) yang diikuti dengan ritual pemecahan kendi.
Belum itu selesai, merebak kasus lain. Kali ini gara-gara menu tulisan tangan dalam penerbangan dari Sydney ke Jakarta. Menu tulis tangan itu direkam seorang vloger dan kemudian viral. Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) sempat melaporkan sang vloger ke polisi, namun kedua pihak sudah berdamai.
Kasus lain yang juga sempat ramai dibicarakan terkait dengan melorotnya ranking Garuda Indonesia dalam daftar ranking Skytrax 2019. Indonesia keluar dari posisi elit 10 besar, dan kini harus puas di posisi ke-12.
Namun ada baiknya kita fokus pada kasus laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia yang direkaya, dan berikut adalah kronologinya.
12 September 2018
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Garuda Indonesia mengangkat I Gusti Ngurah Ashkara atau Ari Ashkara sebagai Direktur Utama Garuda menggantikan Pahala Nugraha Mansury. UPSLB dipimpin Komisaris Utama Jusman Syafii Djamal dan dihadiri seluruh Dewan Komisaris dan Dewan Direksi.
14 November 2018
Anak perusahaan Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, menandatangani kerjasama penyediaan jaringan konektivitas dalam penerbangan dengan Mahata Aero Teknologi.
1 April 2019
Draft laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia diserahkan ke Bursa Efek Indonesia (BEI). Di dalam laporan itu disebutkan Garuda Indonesia mencetak laba sebesar 5 juta dolar AS atau setara Rp 70,02 miliar.
24 April 2019
Laporan keuangan Garuda Indonesai disampaikan di dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST). Dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, menolak menandatangani laporan keuangan 2018. Menurut perhitungan mereka, di tahun 2018 Garuda Indonesia seharusnya mengalami kerugian sebesar 239,94 juta dolar AS.
Chairal Tanjung dan Dony Oskaria adalah komisaris yang mewakili PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd, yang menguasai 28 persen saham Garuda Indonesia. Keduanya mempersoalkan kerjasama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan yang ditandatangani Citilink Indonesia, sebagai anak usaha Garuda Indonesia, dengan Mahata Aero Teknologi.
Di dalam laporan keuangan 2018 potensi keuntungan dari kerjasama dengan Mahata itu dimasukkan sebagai pendapatan. Ini yang membuat Garuda Indonesia menjadi tampak untung besar.
26 April 2019
Komisi VI DPR RI membahas laporan keuangan Garuda Indonesia.
30 April 2019
Bursa Efek Indonesia (BEI) memanggil Garuda Indonesia dan auditornya.
2 Mei 2019
Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memeriksa laporan keuangan yang mencurigakan itu.
7 Mei 2019
Manajemen Garuda Indonesia menjelaskan kerjasama dengan Mahata.
8 Mei 2019
Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa akuntan yang memeriksa laporan keuangan Garuda Indonesia.
21 Mei 2019
Direksi Garuda Indonesia diperiksa Komisi VI DPR RI.
14 Juni 2019
Kementerian Keuangan mengatakan audit laporan keuangan Garuda Indonesia tidak sesuai dengan standar.
28 Juni 2019
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) memutuskan bahwa laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018 direkayasa, dimana piutang dicatat sebagai pendapatan. Garuda Indonesia diwajibkan menyusun ulang (restatement) laporang keuangan 2018 dan membayar denda kepada OJK dan BEI sebesar Rp 1,25 miliar.
Kementerian Keuangan memberikan peringatan tertulis kepada kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) Binder Dijker Otte (BDO) Indonesia Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan. Mereka diminta memperbaiki sistem pengendalian mutu.
Sementara akuntan yang memeriksa laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia, Kasner Sirumapea, dijatuhi sanksi berupa pembekuan izin selama 12 bulan dan pembekuan Surat Tanda Terdaftar juga selama 12 bulan. Kasner bergabung dengan KAP BOD Indonesia sejak 2012.
KOMENTAR ANDA