N-219 yang sekelas dengan Twin Otter dan CN-235 yang dapat dianggap pesaing dari ATR-42, keduanya tepat untuk dipilih sebagai “aircraft of choice”.
Dalam hal ini pertimbangan utama yang harus menjadi perhatian adalah harus dilihat kemampuan PTDI sendiri yang sudah lama stagnant dalam fungsinya sebagai sebuah pabrik pesawat terbang.
Fasilitas produksi pesawat terbang yang sudah lama tidak diperbaharui dan SDM pendukung pabrik pesawat terbang yang kurang berjalan kaderisasinya tidaklah mungkin di “paksa” untuk dapat memproduksi 2 jenis pesawat sekaligus dalam waktu yang bersamaan.
Proses terhambatnya laju perencanaan produksi N-219 adalah sebuah refleksi dari adanya “hambatan serius” di dalam PTDi sendiri yang membuat N-219 tidak kunjung bergulir ke proses menuju jalur “Production Line” yang mengantarnya untuk siap mengudara.
Sebuah tantangan dan pertanyaan yang menunggu respon positif dan jawaban yang segera. Tantangan terhadap kredibilitas dan dignity Sang Ibu Pertiwi dan Bapak Angkasa.
KOMENTAR ANDA