post image
Saravana Bhavan
KOMENTAR

Kumar benar-benar dalam bahaya.

Rajagopal ke dukun. Berbagai metode perdukunan dilakukan.

Tidak mempan.

Berbagai intrik, tekanan dan ancaman dilancarkan. Tapi tidak juga mampu memisahkan hati Jeeva dari Kumar.

Rajagopal pun menerapkan teori manajemen kuno: stick and carrot.

Stick sudah dipukul-pukulkan. Tidak manjur. Maka waktunya disodorkan carrot. Rajagopal tidak kesulitan membeli carrot. Dari seluruh petani India sekali pun.

Maka dikirimlah hadiah-hadiah. Mahal-mahal. Apalagi kalau Jeeva lagi ulang tahun. Emas, uang, pakaian terus mengalir ke Jeeva. Pasti Kumar tidak mungkin bisa menyainginya.

Tidak berhasil.

Bahkan dua muda ini pun ambil putusan: kawin. Agar cepat terhindar dari incaran empat kegilaan itu --kaya, atasan, gila dan dukun.

Tapi orang tua Jeeva tidak setuju.

Penyebabnya satu: Kumar beragama Kristen.

Mentok.

Kalau sudah soal agama tidak ada jalan keluar. Siapa bilang kekuatan cinta bisa menundukkan samudera.

Rajagopal pun punya waktu tambahan. Ibarat petinju ia mendapat 'angin kedua'.

Tapi stick sudah tidak mempan. Carrot tidak manjur.

Tinggal cara gila yang belum dilakukan.

Dan Rajagopal akan menggunakan cara itu. Ia mampu mengerahkan anak buahnya. Yang sangat loyal padanya. Untuk melakukan segala cara.

Tidak mudah.

Jeeva ternyata sudah bertekad menundukkan samudera cintanya. Jeeva lari. Bersama Kumar. Ke kota lain. Berjarak 500 km. Mereka kawin lari. Jauh dari incaran Rajagopal.

Geger. Di keluarganya.

Juga di hati Rajagopal.

Ibunya tahu Jeeva lari bersama Kumar. Tapi ke mana?

Rajagopal juga tahu dewinya lari bersama pesaingnya. Tapi ke mana?

Tapi akhirnya Jeeva tidak sampai hati --menyiksa hati ibunya. Berhari-hari.

Dari tempat pelariannya Jeeva menelepon sang ibu. Tangis meledak --lewat pulsa.


Seragam Baru

Sebelumnya

Merdeka Huey

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Disway